Ujian Tengah Semester

Kalau ingat kejadian tadi pagi, saya tidak henti-henti mengucap syukur. Bagaimana tidak? Saya hampir tidak ikut ujian tengah semester. Ujian mata kuliah yang saya dalami pula. Bisa dibayangkan bagaimana melototnya mata dosen pembimbing mata kuliah tersebut, ketika tahu mahasiswa semester akhir nekat tidak ikut ujian tengah semester! Padahal, banyak kejadian yang harus saya lewati sampai akhirnya saya hanya terlambat 1 jam, dan masih bisa mengerjakan ujian dengan tidak ber-"hikmat" lagi.

 onigiriemoticon

Bermula dari perubahan sitem UTS di kampus, yang awalnya terjadwal, menjadi tidak terjadwal alias diserahkan sebagai wewenang dari dosen pengajar mata kuliah tersebut. Alih-alih ingin mempermudah, beberapa masalah teknis bermula dari jurusan kami yang sedikit anti-mainstream, dan membuat jadwal UTS tersendiri. Bentrok antara ruangan kulaih dan ruangan ujian pun tidak terelakkan. Belum lagi kesimpang-siuran jawal UTS yang dirasa amat mengganggu dan cukup berbahaya.

Ya, itulah yang terjadi pada kelas dimana saya mendalami sala satu mata kuliah. Menurut penuturan dosen yang mengajar, saya dan rekan sekelas akan UTS sesuai dengan jadwal mata kuliahnya, yang jatuh pada hari rabu tepatnya pukul 10 pagi.

Hari-hari pun berlalu, dan tibalah saatnya UTS. Saya pergi pukul 7 pagi dari rumah. Mengingat malam sebelumnya tidak menjamah buku sama sekali, saya putusakan untuk mampir di kos teman sekelas saya. Sampai di sana, saya langsung ambil posisi santai untuk mulai mencatat rumus-rumus dan menghapalnya. teman saya memilih untuk mandi dulu, baru melanjutkan saat belajar ceria bersama. Tidak lama, telefom selular saya bergetar. Suara dari seberang sana mengatakan bahwa jadwal ujian jadi pagi ini! Pagi, jam setengah 8, dan se-ka-rang sudah pukul 8 lewat!


Apa yang harus saya lakukan? Awalnya saya tidak percaya sama suara abang-bang di seberang sana. Saya pikir dia sedang bercanda, tapi, mencandai jadwal ujian adalah hal tak lazim dan sangat tidak lucu. Saya masih berpikir. Tidak percaya dan sempat berketawa-ketiwi dulu dengan teman saya, sampai pikiran saya mulai membisik "Bagaimana kalau jadwal ujian memang pagi ini? Bagaimana jika memang dosennya mengikuti jadwal yang ditetapkan jurusan?" Saya diam. Saya berkemas dan sekelebat mengajak teman saya bergegas ke kampus! Dan benar saja, semua bisikan "bagaimana" itu kejadian. Saya pun langsung berlari dan masuk ke ruang ujian.

Terengah-engah itu sudah pasti. Pengawas ujian hanya bertanya,"Hah, ujian?" dengan tampang yang sangat fenomenal. Saya hanya terdiam tapi dalam hati berkata "Ya, ujianlah, Pak. Kalau enggak ngapain saya lari-lari masuk ke kelas dengan kelabakan! Saya telat 1 jam dan hanya ada waktu satu jam lagi untuk mengerjakan 5 soal ujian itu! Dan Bapak masih bisa se-fenomenal itu mengatakan hah ujian pada saya!" Tapi tidak saya lakukan. Gawat saja. 

mojiemo

Jadi, setelah penuturan panjang lebar ini, saya merasakan hangatnya kasih Tuhan. Bagaimana DIA menunjukan penyelamatan-NYA bagi saya dengan membangunkan saya pagi itu, pukul 5 pagi. Hal yang ajaib bisa saya lakukan tanpa ada "alarm mama". Bagaimana juga saya malam itu sempat mengutuki diri saya yang malas belajar? Kalau malam itu saya sudah belajar, pasti saya akan memutuskan untuk tetap mendekam dalam selimut pagi itu, dan bakal bangun jam 9 saja, sesuai jadwal bangun kalau ada kuliah siang. Bisa saja telepon dari abang senior itu tidak akan membuat saya bangun dan saya akan melewatkan jadwal UTS dengan sempurna.

Kenapa kisah ini ingin saya bagi? Saya hanya ingin, saya tetap merekam kejadian ini sebagaai bentuk kasih sayang penyelamatan-NYA melalui hal sederhana, yang punya dampak besar bagi diri saya. Bukan saya anggap sebagai suatu kejadian kebetulan yang tak punya maksud kuat mengapa hal itu bisa terjadi pada saya. Tapi sebagai suatu ilustrasi nyata.

Bagaimana, apa yang dapat kamu tarik dari kisah sederhana saya pagi ini? Semoga ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar